DETIK-DETIK MENEGANGKAN (MENUJU KELAHIRAN LITTLE A)



Di kehamilan saya yang berusia 39 minggu, saat itu pukul 03.00 dini hari saya terbangun untuk buang air kecil, tidak lama kemudian saya merasa ada cairan seperti keputihan cair keluar, saya cek..warnanya PINK. segera saya bangunkan suami, "yang, udah pink nih...siap-siap,yuk" saat itu saya masih tenang dan masih bisa berusaha menelpon bidan di Bumi Ambu, masih bisa turun tangga, prepare2 bawaan, ganti baju, bolak-balik kamar mandi sambil terus pegang hp berusaha menelpon. memang sebelumnya saya dn suami sudah siap2 jika sewaktu-waktu saya melahirkan, karena memang sudah dekat waktunya.

Tidak lama kemudian datang kakak saya yang sudah ditelpon untuk mengantar kami ke Bumi Ambu. Lalu berangkatlah kami ke Bumi Ambu setelah saya dicekoki telur ayam kampung setengah matang campur madu, makan apapun untuk energi, dan teh manis hangat. sungguh walaupun sya masih tenang-tenang aja dan kontraksi yang datang pun masih bisa saya handle tingkat kesakitannya, saya tidak punya selera untuk memasukkan apapun ke mulut saya. "sayang, mau makan kapan nih aku suapin ya? ada nasi sama ayam krispi tadi dibekelin ibu len" kata suami, mengingat tidak lama lagi -walaupun belum kebayang seberat apa perjuangan melahirkan nanti- akhirnya saya mau makan beberapa suap.

Pukul 04.00 Wib kami (saya, suami, dan kakak saya) sampai di Bumi Ambu. Disambut bidan Hany dan bidan Dany yang sudah tampak lumayan segar dan hanya menyisakan sedikit kantuk sisa semalam. Setelah cek detak jantung bayi, cek pembukaan sudah masuk pembukaan 4 pada pukul 05.00, saat itu rasa sakit mulai menyerang jauh lebih intens. ya Tuhan...mengingat kembali saat-saat itu rasanya...haru, dan makin cinta sama suami. suami terus berada disamping saya sama sekali tidak beranjak kecuali saat hendak shalat subuh. bidan-bidan pun terus menemani..sudah, entah seperti apa rasanya mereka (suami dan bidan-bidan) yang memegangi saya, saya remas badannya, saya jambak rambut suami saya. sungguh sakit yang luar biasa. Bidan Hany dengan sabarnya memijat-mijat punggung saya untuk meringankan sakit, sentuhannya, nada bicaranya lembut, menenangkan. semerbak wangi aroma terapi merebak seisi kamar bersalin yang super nyaman dan alunan musik klasik yang berputar seiring rintihan dan rengekan saya yang minta pindah-pindah posisi dari jongkok, sujud, berdiri, tiduran, dll.

Pukul 08.00 wib, pembukaan lengkap diiringi pecah ketuban, Bidan Okke yang sudah datang dari jam 07.00 pun mulai mengobservasi. dan posisi bayi belum turun sempurna!. ya, dua jam lagi paling tidak bayi di dalam perut saya harus keluar. saya yang saat itu sdah terlalu sering mengejan, berkali-kali diingatkan untuk terus tarik napas-buang napas agar bayi bisa bergerak turun dan dapat suplai oksigen.intinya mengejan dengan efektif. tapi apa daya, rasa sakit benar-benar tak tertahankan saat itu.

DEG!
belum dua jam, pengecekan detak jantung bayipun dilakukan..ternyata..

hampir tidak teraba.

Para bidan tidak mengatakan apapun, bahkan kepada suami saya, tapi dalam diam dan kesakitan saya, kami tau, saya pasti akan segera dirujuk ke rumah sakit. Para bidan langsung bergegas mengeluarkan beberapa alat medis. Hidung saya dipasang oksigen, tangan saya dijejal jarum infus, dan entahlah jarum lain dihujamkan pula dibagian lain tangan saya, instruksi bidan kepada suami saya untuk membereskan barang-barang bawaan pun dilontarkan. bahkan sampai sekarang ada bebarapa barang yang masih tertinggal di sana. hehe. hectic.

Dengan dituntun bidan Hany saya keluar klinik menaiki mobil bidan Okke, dengan disupiri sendiri oleh bidan Okke kami berangkat ke Rumah sakit yang saat itu merupakan pilihan yang paling aman dan terdekat, RSKIA. Harapan Bunda. Dalam perjalanan, saya sesekali masih mengejan kesakitan...tiap kontraksi itu datang, saya mengerang, bidan Okke yang sedang menyetir disebelah saya, juga bidan Hany yang duduk di belakang menuntun saya untuk tarik-buang nafas...FUH...FUH...FUH... terus berulang hingga kami sampai di rumah sakit sekitar jam 11 siang.

Setelah sampai di RS saya dipindahkan dari mobil ke IGD menggunakan kursi roda. Saat itu ada dua dokter entah dokter jaga dan beberapa bidan lagsung mengerubungi saya. "Sudah pembukaan berapa? oh lengkap. bla..bla.. blaa" tanya mereka kepada bidan Hany yang mengantar saya sampai IGD tentang tindakan apa saja yang sudah saya terima.

KAGET.
Jauh berbeda rasaya, perlakuan orang rumah sakit dan bidan. tak ada sentuhan lembut, kesabaran, ketenangan, semuanya serba berpacu dengan waktu, pasien tidak boleh menentukan/meminta apapun untuk kenyamanan dirinya. semua harus sesuai SOP kedokteran. membandingkan cara mengecek pembukaan antara bidan2 di Bumi Ambu yang dilakukan super lembut dengan meminta ijin terlebih dahulu "Teteh, saya cek pembukaan dulu boleh ya, pelan-pelan, kalau teteh sakit, bilang..nanti saya stop dulu" ADUHAAAIII...itu adalah CEK VT/PEMBUKAAN PALING SOPAN yang pernah saya alami, dibanding yang dilakukan oleh orang-orang medis di rumahsakit yang lebih pantes dibilang "ngobok-obok" daripada ngecek. nyerinya aduhaii. hhihi. Setelah dicek posisi kepala bayi, ternyata..

MASIH BELUM TURUN.

Sampai akhirnya dokter yang menangani saya datang, namanya dokter Arif. baik sekali orangnya, dan tampak shaleh kebapakan. sempat saya meminta caesar, tp dokter dan para bidan tidak mengindahkan sama sekali (ini kerennya Harapan Bunda yang sangat pro normal) dengan ditemani suami dan ibu saya, tidak lama setelah menunggu posisi bayi sudah OK, saya menjalani proses persalinan dengan lancar. pukul 12.55wib. Aldebaran lahir menyapa dunia, menyapa keluarga saya yang sudah datang semua tidak lama setelah saya sampai dirujuk k rumah sakit. alhamdulillah wa syukurillah. dengan perasaan haru dan tidak menyangka.. "yang, ternyata aku bisa..." ucap saya kepada suami saya.

Saat itu saya belum tahu kalau suami saya, yang tidak pernah saya lihat jatuh air matanya, ternyata sudah berkali2 menangis, dihadapan keluarga saya, dipelukan bapak dan saudara2 saya. tangis ditengah perjuangan saya melawan sakitnya kontraksi, karena ketakutannya terjadi sesuatu dengan saya, dan yang paling meledak...adalah saat bayi kami lahir...

dan
Tahu kah, bagaimana respon saya ketika akhirnya tau bahwa untuk pertama kalinya dalam sejarah, suami saya yang cool, jaim, konyol, menangis?

saya menangis lebih hebat.


Posting Komentar

0 Komentar